1.1 Latar Belakang
Umumnya pengetahuan seseorang tentang sesuatu dimulai dari adanya rangsangan dari suatu objek, rangsangan itu menimbulkan rasa ingin tahu yang mendorong seseorang untuk melihat, menyaksikan, mengamati, mengalami dan sebagainya.
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan di babahas adalah :
a. Apa yang dimaksud dengan Penalaran.
b. Apa yang dimaksud dengan logika.
c. Apa yang dimaksud dengan jenis-jenis pengetahuan.
d. Apakah sumber pengetahuan itu.
e. Bagaimana yang dimaksud standart kebenaran.
1.3 Tujuan
Adapun tujuannya adalah :
a. Untuk mengetahui penalaran manusia.
b. Untuk mengetahui logika.
c. Untuk mengetahui jenis-jenis pengetahuan.
d. Untuk mengetahui sumber-sumber pengetahuan.
e. Untuk mengetahui standar kebenaran.
2.1 Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang diartikan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, meskipun seperti dikatakan Pascal, hati pun mempunyai logika tersendiri. Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semusi kggiatan berpikir menyandarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untttk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama maka oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing.
Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam hal ini maka dapat kita katakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya tersendiri. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan satu proses berpikir logis, di mana berpikir logis di sini harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu, atau dengan perkataan lain, menurut logika tertentu. Hal ini patut kita sadari bahwa berpikir logis itu mempunyai konotasi yang bersifat jamak (plurar) dan bukan tunggal (singular). Suatu kegiatan berpikir bisa disebut logis ditinjau dari suatu logika tertentu, dan mungkin tidak Iogis bila ditinjau dari sudut logika yang lain. Hal ini scring menimbulkan gejala apa yang dapat kita sebut sebagai kekacauan penalaran yang tidak konsistennya kita dalam mernpergunakan pola berpikir tertentu.
Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat anaditik dari proses berpikirnya penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yarg mempergunakan logika ilmiah, dari demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri pula. Sifat analitik ini, kalau kita kaji lebih jauh, merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidak akan ada kegiatan, sebab pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
2.2 Logika
Dilihat dari segi etimologi, perkataan loika berasal dari bahasa Yunani logic kata sifat” yang berhubungan dengan kata benda logo yang artinya pikiran atau kata yang sebagai pernyataan dari pikiran itu. Hal ini menunjukkan kepada kita adanya hubungan erat antara pikiran dengan kata yang merupakan pernyataan dalam bahasa. Kata pikiran tidaklah asing bagi kita dan kita mengetahui apa arti berpikir pada umumnya. Berpikir adalah suatu kegiatan jiwa untuk mencapai pengetahuan.
Logika secara terminology mempunyai arti adalah ilmu yang memberikan aturan-aturan berpikir valid (sahih), artinya ilmu yang memberikan prinsip-prinsip yang harus diikuti supaya logika dapat digolongkan kebenaran ilmu normatif karena dia tidak membicarakan berfikir sebagaimana adanya melainkan membeicarakan bagaimana seharusnya syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam berpikir mencapai gagasan kebenaran itu.[1]
Pokok-pokok persoalan logika adalah pemikiran dan beberapa proses pembantunya. Ilmu dengan cara yang sistematis mempelajari syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat berpikir secara valid, dapat menghindari serta mengetahui kesalahn-kesalahan yang terjadi.
Ogika adalah cabang filsafat yang telah dikembangkan sejak Aristoteles. Logika digolongkan kebenaran dalam teori pengetahuan. Logika menampilkan norma-norma untuk membentuk pengetahuan yang benar, tetapi juga dalam bidang yang lainnya diantaranya adalah sebagai berikut :
1. logika menyatakan, menjelaskan, dan mempergunakan prinsip-prinsip abstrak yang dapat dipakai dalam semua lapang ilmu pengetahuan.
2. Logika menambah daya fakir abstrak dan melatih serta mengembangkan daya pemikiran dan menimbulkan disiplin intelektual.
3. Logika mencegah kita tersesat oleh segala sesuatu yang kita peroleh berdasarkan autoliti.
2.3 Jenis-jenis Pengetahuan
Pengetahuan dapat diartikan secara luar, yaitu mencakup segala hal yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat pula dikategorikan kepada 2 jenis yaitu :
1. Pengetahuan Inderawi (knowledge).
Pengetahuan ini meliputi semua penomena yang dapat dijangkau secara langsung atau panca indra. Batas pengetahuan ini ialah segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh panca indera. Kedudukan Knowladge ini adalah penting sekali, karena dia merupakan tangga untuk menuju ilmu.
2. Pengetahuan Keilmuwan (Sciench)
Pengetahuan ini meliputi semua apa yan dapat diteliti dengan jelas atau dengan ekspermen sehingga bisa terjangkau lagi oleh rasio atau otak dan panca indra manusia.
3. Pengetahuan Falsafi
Pengetahuan ini mencakup sehgala fenomena yang tidak dapat diteliti, tetapi dapat di pikirkan batas pengetahuan ini, atau alam, bahkan juga bisa menembus apa yang ada di luar alam yaitu Tuhan.[2]
2.4 Sumber Pengetahuan
Persoalan yang pertama (tentang defenisi persoalan) sudah kita bicarakan pada uraian terdahulu. Sekarang kita bicarakan persoalan berikutnya, yaitu tentang sumber pengetahuan manusia. Louis Q. kattsof mengatakan bahwa sumber pengetahuan manusia itu ada lima macam yaitu[3] :
- Empiris
Seseorang yang empiris biasanya berpendapat bahwa kita dapat meperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Sifat yang menonjol dari jawaban ini dapat dilihat bila kita memperhatikan pertanyaan seperti, “bagaimana orang mengetahui es membeku ?”, jawaban kita tentu berbunyi “karena saya melihatnya demikian” atau “karena seorang ilmuwan melihat demikian”. Dengan begitu, dapat dibedakan dua macam yatu . Pertama unsur yang mengetahui dan kedua unsur yang diketahui. Orang yang mengetahui merupakan subjek yang memperoleh pengetahuan dan dikenal dengan perkataan yang menunjukkan seseorang atau suatu kemampuan.
- Rasionalisme
Tidaklah mudah membuat defenisi tentang rasionalisme sebagai suatu metode untuk memperoleh pengetahuan. Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal, bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan engalaman paling dipandang sebagai jenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesehatan terletak di dalam ide kita , dan bukan di dalam diri berang sesuatu, jika kebenaran mengandung makna dan mempunyai ide yang sesuai atau kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada didalam pikiran kita dan hanya diperoleh dengan akal budi saja.
- Fenomenalisme
Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman melakuan pendekatan terhadap masalah di atas dan memperhatikan kritik dari David Hume terhadap sudut pandangnya yang bersifat empiris dan yang bersifat rasional.
Marilah kita memahami apa yang diajarkan oleh Kant dengan memperhatikan pernyataan “kuma tifus menyebabkan demam tifus”. Bagaimanakah kita sampai dapat mengetahui keadaan yang mempunyai sebab dan akibat ini ?, umumnya orang mengatakan setelah di selidiki oleh para ilmuwan diketahui bahwa bila ada orang yang menderita tifus, tentu terdapat kuman tersebut.
- Intuisionisme
Kita mudah merasa tidak puas terhadap penyelesaian yang diajukan oleh Kant, karena penyelesaiantersebut mengatakan bahwa pada babak terakhir kita hanya mengetahui modifikasi barang sesuatu dan bukannya barang sesuatu itu sendiri dalam keadaannya yang senyatanya. Nanti saya akan kembali kepada masalah apa yang sesungguhnya memang dapat kita ketahui. Jelaslah bahwa jawaban terhadapnya untuk sebagian ditentukan oleh uraian yang telah diberikan tentang asal mula pengetahuan. Batas-batas pengetahuan ditentukan oleh jenis-jenis alat yang kita gunakan untuk meperoleh pengetahuan itu.
- Metode Ilmiah
Perkembangan ilmu alam merupakan hasil penggunaan secara sengaja suatu metode untuk memperoleh pengetahuan yang menggabungkan pengalaman dengan akal sebagai pendekatan bersama, dan menambahkan suatu cara baru untuk menilai penyelesaian yang disarankan. Dari banyak diantara uraian kita sampai sejauh ini, kita mungkin telah merasakan bahwa keulitan yang dihadapi oleh filsafat ialah bahwa “filsafat tidak ilmiah”,ia mungkin akan mengeluh “di dalam ilmu kita membicarakan kenyataan empiris, di dalam filsafat tampaknya tidak ada suatu cara untuk memperoleh jawaban.
2.5 Standart Kebenaran
Banyak pakar ilmu filsafat yang meganggap benar bahwa pengetahuan itu terdiri atas sebagai berikut :
1. Pengetahuan akal.
2. Pengetahuan budi
3. Pengetahuan indrawi
4. Pengetahuan Kepercayaan
5. Pengetahuan Intuitif.
Menurut penulis, yang benar adalah pengetahuan akal itu disebut ilmu yang kemudian untuk membahasnya disebut logika, pengetahuan. Sedangkan pengetahuan kepercayaan itu disebut agama, tapi dalam hal ini tidak boleh otoritatif karena agama tidak memaksa, agam harus diterima secara logika, etika dan estetika dan agama itu hanyalah agama islam yang terbukti kebenarannya, keindahannya dan kebaikannya. Jadi, titik temu antara logika, etika dan estetika adalah islam, oleh karena itu penegetahuan intuitif kepada yang kemudian disebut Nabi Muhammad SAW, sebagaimana penulis lakukan bertahun-tahun dalam keadaan atheis dan kemudian baru menerimanya.
Selanjutnya untuk melihat sesuatu itu benar atau tidak benar, maka beberapa kriteria yang sudah dilembagakan akan penulis sampaikan beberapa kritik antara lain sebagai berikut:
1 . Teori Kebenaran Kcrespondensi.
2. Teori Kebcnaran Koherensi.
3. Teori Kebenaran Pragmatis.
4. Teori Kebenaran Sintaksis.
5. Teori Kebenaran Semantis.
6. Teori Kebenaran Non Deskripsi.
7. Tcori Kebenaran Logika yang Berlebihan.
8. Teori Kebenaran Performatif.
9. Teori Kebenaran Paradigmatik.
10. Teori Kebenaran Propcsisi.
Kebenaran korespondensi adalah kebenaran yang sesuai antara pernyataan dengan fakta di lapangan. Misalnya bila dinyatakan Sengkon dan Karta bersalah, lalu dihukum lima tahun maka Sengkon dan Karta harus benar-benar melakukan kejahatan itu, bukan sekedar membuktikan dengan berbagai berita acara. Apabila Sengkon dan Karta tidak rnelakukan maka secara kebenaran korespondensi itu tidak benar.
Kebenara, konerensi adalah kebenaran atas hubungan antara dua pernyataan. Misalnya ketika dinyatakan bahwa monyet mempunyai hidung pada pernyataan pertama, dan pada pernyataan kedua dinyatakan manusia juga mempunyai hidung. Apabila diberikan kesimpulan, bahwa monyet sama dengan manusia, maka menurut kebenaran koherensi itu itu tidak benar karena hidung bukan scbagai syarat sesuatu dinyatakan sebagai monyet apalagi manusia karena manusia dan monyet ada yang tidak mempunyai hidung (cacat), jadi hanya untuk pernyataan bahwa manusia dan monyet sebagian besar mempunyai hidung.
Kebenaran logika yang berlebihan adalah kebenaran yang sebenarnya telah merupakan fakta. Jadi akan menjadi pemborosan dalam pembuktiannya, misalnya sebuah lingkaran harus berbentuk bulat. Para ahli agama menganggapnya dengan dalil aksioma yang tidak perlu dibuktikan, tetapi sebenarnya pembuktian yang berangkat dari kcraguan untuk menjadi keyakinan itu perlu dalam mencari titik temu agama dan ilmu. Misalnya ; Apakah Allah itu Tuhan? Apakah Muhammad itu Nabi? Apakah Yesus itu Juru Selamat? Apakah Kresna itu Awatara? Apakah Sidharta Gautama itu Budha? dan lain sebagainya.
Kebenaran paradigmatik adalah kebenaran yang berubah pada berbagai ruang dan waktu, jadi setelah kurun waktu tertentu berubah untuk kategori waktu dan pada tempat tertentu berubah. Thomas Kuhn adalah orang yang mempercayai kebenaran seperti ini. Contohnya dapat dilihat ketika pendapat yang mengatakan bumi mengelilingi matahari, merubah pendapat dahulu yang mengatakan matahari mengeliligi bumi. Dalam dunia ilmu-ilmu sosial perubahan ini sangat menyolok sehingga keberadaan suatu disiplin ilmu memerlukan berbagai paradigma untuk melacaknya.[4]
0 komentar:
Posting Komentar